KabarSemesta, Kaur : Pemerintahan Desa Kepala Pasar berkerjasama dengan Kejari Kaur melaksanakan Sosialisasi Hukum kepada unsur desa dan masyarakat desa Kepala Pasar. Kamis, (25/7/24).
Dikatakan Kades Kepala Pasar Roni Agusman, kegiatan sosialisasi ini adalah sebagai salah satu aspek yang penting didalam masyarakat dengan tujuan untuk merealisasikan terbentuknya suatu masyarakat yang aman, nyaman dan dapat membedakan antara hukum pidana dan perdata.
Ditambahkan Kades, bertindak sebagai narasumber yakni Kasi Intelijen Kejari Kaur Andi Febrianda dan dihadiri oleh Perangkat Desa, Ketua BPD, Pendamping Desa dan masyarakat Desa Kepala Pasar.
Dalam sambutan Kepala Desa Kepala Pasar Roni Agusman juga menyampaikan rasa terimakasih kepada pihak Kejari Kaur yang telah hadir dalam kegiatan tersebut. Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk upaya dari Pemerintahan Desa Kepala Pasar agar masyarakat lebih memahami dan bisa membedakan antara hukum Pidana dan hukum Perdata.
“Dengan adanya kegiatan sosialisasi hukum ini ke depan masyarakat desa Kepala Pasar diharapkan dapat lebih memahami atau lebih melek hukum sehingga kedepan dapat terhindar dari sanksi hukum tersebut”, ujar Kades.
Sementara itu Kasi Intelijen Kejari Kaur saat menyampaikan materinya menyampaikan terkait Program Restoratif Justice, perbedaan Hukum Pidana dan Perdata, serta Koordinasi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum Dalam Penanganan Laporan sesuai ketentuan perundang-undangan serta cara melakukan penanganan laporan atau pengaduan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Andi juga menyampaikan bahwa saat ini sudah banyak program Restorative Justice di desa-desa dan kecamatan se-kabupaten Kaur yang memberikan manfaat luar biasa bagi penegakan hukum di Indonesia.
“Dengan adanya Restorative Justice, kasus pidana dengan sanksi dibawah 5 tahun tidak harus dipenjara, karena terlebih dahulu bisa dilakukan mediasi, dengan catatan adanya kesepakatan secara sukarela antara pelaku dan korban atau dengan pihak yang dirugikan. Dimana suatu tindak pidana tidak lagi dipandang dengan keadilan retributive akan tetapi diubah perspektifnya dengan keadilan preventif (non penal). Kebijakan Hukum Pidana Non Penal tersebut berorientasi pada pendekatan keagamaan, budaya/kultural, moral/edukatif, nilai budi pekerti, etika sosial. Sebagaimana dalam pandangan Islam dikenal dengan zawajir, yaitu pemberian hukuman dengan berorientasi pada efek jera dan menjadikan hukum pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium)”, kata Kasi Intelijen Kejari Kaur.
Andi juga menambahkan bahwa terdapat ketentuan restorative justice diantaranya adalah yang diatur dalam Pasal 12 huruf A dan B Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 6 Tahun 2019 tentang penyidikan tindak pidana. Tindak pidana yang diselesaikan yang bersifat ringan atau delik aduan baik bersifat absolut atau relatif.
Kasi Intelijen juga mengatakan dalam menyelesaikan perkara juga perlu memperhatikan faktor niat, usia, kondisi sosial ekonomi, tingkat kerugian yang ditimbulkan, serta hubungan keluarga kekerabatan. Selain itu pemberian restoratif justice ini bukan merupakan perbuatan yang berulang atau residivis.
“Apabila perbuatan diawali dengan perjanjian atau perikatan, mengarah ke perdata. Pihak korban harus mencabut laporan atau pengaduan. Apabila terjadi ketakpuasan para pihak yang berperkara setelah dilakukan di luar mekanisme pengadilan, maka penyelesaian sesuai prosedur hukum yang berlaku. Apabila terjadi pengulangan tindak pidana yang dilakukan maka harus dilaksanakan proses sesuai peraturan atau hukum yang berlaku”, jelas Andi. (MS)